Cerpen: Janji Yang Disembunyikan Dalam Permata
Suara guqin mengalun lirih, menyayat kalbu, persis seperti malam-malam yang kuhabiskan di paviliun terpencil ini. Dulu, nada-nada itu adalah simfoni cinta yang kami ciptakan bersama, aku dan dia. Sekarang, hanya gema penyesalan yang menggantung di udara, sama pekatnya dengan kabut di Danau Bulan Sabit.
Namaku Lianhua. Dulu, aku dikenal sebagai bunga terindah di Istana Timur, tunangan Pangeran Mahkota yang digadang-gadang akan menjadi permaisuri agung. Tapi, itu dulu.
Semua berubah ketika Xiangyun, adik sepupuku, datang. Senyumnya secerah mentari pagi, bicaranya semanis madu. Aku menyambutnya dengan tangan terbuka, tanpa menyadari bahwa ia adalah ular yang bersembunyi di balik sutra.
Pangeran Mahkota, Lin, jatuh cinta padanya. Atau lebih tepatnya, ia terpesona oleh penampilan Xiangyun. Aku melihatnya, jelas sekali. Tapi aku memilih diam. Bukan karena aku lemah. Bukan. Ada rahasia yang lebih besar yang harus kulindungi, sebuah janji yang terikat dalam permata giok yang selalu kupakai. Permata itu bukan sekadar hiasan. Di dalamnya terukir jalinan takdir, dan jika terungkap sebelum waktunya, istana ini akan runtuh.
Aku membiarkan mereka menikah. Aku menyaksikan senyum palsu Xiangyun saat Lin menggenggam tangannya di altar. Aku mendengar bisikan-bisikan sinis para dayang, menyindirku sebagai wanita yang ditinggalkan. Aku merasakan tatapan iba dari para kasim. Tapi aku tetap diam.
Bertahun-tahun berlalu. Lin menjadi kaisar. Xiangyun menjadi permaisuri. Hidupku di paviliun ini terasa semakin sunyi. Aku mengisi hari-hariku dengan bermain guqin, merawat tanaman obat, dan mengamati perubahan yang terjadi di dalam istana.
Misteri kecil mulai bermunculan. Angka kematian bayi di istana MENINGKAT DRASTIS. Para selir yang melahirkan putra mahkota tiba-tiba jatuh sakit dan meninggal dunia. Desas-desus tentang kutukan mulai menyebar.
Aku tahu apa yang terjadi.
Xiangyun menggunakan sihir hitam. Ia iri dengan takdirku, dengan kekuatan yang tersembunyi dalam diriku. Ia ingin merebut semuanya, bahkan sampai membunuh anak-anak tak berdosa.
Lalu, suatu malam, Lin datang menemuiku. Ia terlihat pucat dan lemah. Ia mengakui penyesalannya, ia mengakui bahwa ia telah dibutakan oleh pesona Xiangyun. Ia memohon maaf.
Aku tidak memaafkannya.
Aku hanya menyerahkan permata giokku padanya.
"Simpan ini baik-baik," kataku. "Rahasia yang terkandung di dalamnya jauh lebih penting dari tahta yang kau duduki."
Keesokan harinya, Xiangyun ditemukan tewas di kamarnya. Wajahnya membeku dalam ekspresi terkejut. Lin, yang memegang permata giok di tangannya, terlihat sangat terguncang. Ia mengeluarkan dekrit untuk melarang semua praktik sihir di istana.
Aku tidak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi. Mungkin, kekuatan permata itu telah membongkar kejahatan Xiangyun. Mungkin, takdir sendiri yang telah menghukumnya.
Lin memerintah dengan bijaksana setelah itu. Ia tidak pernah menikah lagi. Ia membangun kuil-kuil untuk mengenang para bayi yang telah meninggal. Ia menjadi kaisar yang dicintai rakyatnya.
Tapi, aku tahu, di balik senyumnya yang tenang, ia selalu dihantui oleh bayangan Xiangyun dan rahasia yang tersembunyi dalam permata giok.
Aku tetap di paviliun terpencil ini, bermain guqin di bawah sinar rembulan. Aku tidak pernah mencari balas dendam. Biarkan takdir yang melakukan sisanya. Biarkan penyesalan menghantui mereka yang telah mengkhianati.
Dan sekarang, aku bisa melihatnya. Takdir berbalik arah. Pahit, memang, tapi juga indah. Aku tidak kehilangan apa pun. Justru, aku mendapatkan semuanya: kedamaian batin, kebenaran yang terungkap, dan pemahaman bahwa diam bukanlah kelemahan, melainkan KEKUATAN yang tersembunyi.
Lalu, sebuah bisikan angin menyentuh pipiku, membawa aroma bunga plum dan sebuah kata yang membuatku tertegun: SELAMAT TINGGAL.
You Might Also Like: Distributor Skincare Bisnis Rumahan