Drama Baru! Pedang Yang Mengenali Luka Lama
Lentera-lentera air menari di permukaan Sungai Nilam, memancarkan cahaya redup yang menembus kabut pagi. Cahaya itu bukan sekadar penerangan, melainkan bisikan-bisikan roh yang terlupakan. Di dunia manusia, desa Qianshan terlelap dalam mimpi yang berat, tak menyadari bahaya yang mengintai di balik gerbang dimensi.
Aku, Lin Wei, seorang pendekar tanpa ingatan, mendapati diriku di Qianshan tanpa tahu mengapa. Hanya sebilah pedang dingin yang menemani, sebuah pedang yang beresonansi dengan luka di hatiku, sebuah luka yang bahkan aku sendiri tak mampu mengingatnya.
Setiap malam, bayangan-bayangan mulai bicara. Mereka bukan hanya pantulan diriku, melainkan fragmen-fragmen masa lalu, kisah-kisah kematian dan pengkhianatan yang terjadi di sebuah dunia yang asing. Dunia roh, tempat para dewa dan iblis berdansa di atas pusaran takdir.
Di sana, aku adalah Putri Yunxi, pewaris tahta yang dibunuh secara keji.
Bulan, saksi bisu segala peristiwa, mengingat namaku. Ia membisikkannya dalam hembusan angin, membawa aroma bunga persik yang memabukkan, aroma yang sama dengan wewangian yang digunakan oleh orang yang mengkhianatiku.
"Yunxi... Yunxi..." bisik bulan. "Kau kembali bukan tanpa alasan."
Di dunia manusia, aku bertemu dengan Zhao Jian, seorang tabib misterius yang matanya menyimpan lautan kesedihan. Dia mengenali pedangku, Pedang Jiwa, sebuah artefak yang hanya bisa digunakan oleh keturunan langsung keluarga kerajaan roh. Jian tahu lebih banyak dariku, dan itulah yang membuatnya berbahaya.
Kami melintasi hutan terlarang, bertarung melawan roh-roh gentayangan dan monster-monster haus darah. Jian melindungiku dengan dedikasi yang membuat hatiku berdebar. Namun, di balik tatapan lembutnya, aku melihat sesuatu yang lain: kalkulasi.
Semakin dalam aku menyelami masa laluku, semakin kabur batas antara kenyataan dan mimpi. Aku melihat diriku mati, berulang-ulang, dalam berbagai versi. Setiap kematian adalah potongan teka-teki yang membentuk gambaran yang mengerikan: kematian Putri Yunxi bukanlah akhir, melainkan awal dari sebuah takdir yang lebih besar. Aku dikorbankan untuk membangkitkan entitas kuno yang dikenal sebagai Sang Pemangsa Jiwa.
Siapakah yang mencintaiku? Jian, yang diam-diam mengawasiku? Atau mungkin Wang Zifeng, jenderal kepercayaanku di dunia roh, yang kematiannya menghantuiku dalam setiap mimpi? Atau adakah kekuatan yang lebih besar yang menarik benang-benang takdir, menjadikan kami semua pion dalam permainannya?
Misteri itu akhirnya terpecahkan di kuil tua di puncak Gunung Tai. Jian mengakui bahwa dia adalah reinkarnasi dari Wang Zifeng. Dia telah mencintaiku selama ribuan tahun, tetapi cintanya dinodai oleh ambisi. Dia membutuhkan kekuatanku, kekuatan Putri Yunxi, untuk mengalahkan Sang Pemangsa Jiwa dan merebut tahta dunia roh.
Cinta dan pengkhianatan berjalin menjadi satu, menciptakan simpul yang tak bisa diurai. Aku, Lin Wei, Putri Yunxi, adalah kunci.
Dengan Pedang Jiwa di tangan, aku menghadapi Jian. Pertempuran itu dahsyat, kilatan pedang membelah langit, mengguncang kedua dunia. Di saat terakhir, aku menyadari bahwa Wang Zifeng yang kukenal telah lama menghilang. Ambisi telah membutakannya, mengubahnya menjadi monster yang haus kekuasaan.
Aku mengalahkannya, tetapi kemenangan itu terasa pahit. Dunia roh dan dunia manusia aman, tetapi hatiku hancur menjadi ribuan keping.
Aku berdiri di tepi Sungai Nilam, menyaksikan lentera-lentera air menari. Bulan memandangku dengan simpati.
"Takdir selalu memiliki lebih dari satu jawaban," bisikku, kalimat yang terngiang di kepalaku, mantra yang diajarkan oleh Sang Pemangsa Jiwa sebelum kematiannya.
Dan sungai akan memanggilmu pulang, ke tempat di mana bintang-bintang tertidur dan takdir terlahir kembali.
You Might Also Like: App That Makes Old Pictures Come To