Dracin Seru: Kaisar Itu Tersenyum Di Tengah Kudeta, Karena Ia Akhirnya Melihat Siapa Yang Benar-Benar Setia
Rin, dulunya adalah bunga teratai di istana terlarang. Kecantikannya memesona, hatinya tulus, dan cintanya tercurah pada Kaisar. Ia percaya pada janjinya, pada mimpinya tentang masa depan yang damai berdampingan dengannya. Namun, kekuasaan memang candu yang merusak. Kaisar, yang dulunya ia puja, berubah menjadi monster yang haus darah, memanfaatkan cintanya sebagai alat untuk menyingkirkan musuh-musuhnya. Ia dikhianati, dituduh berkonspirasi, dan diasingkan ke Istana Dingin—tempat para selir yang dilupakan menunggu kematian.
Di sana, di tengah KESUNYIAN dan KEHANCURAN, Rin menemukan dirinya yang baru. Kelembutan hatinya terkikis, digantikan oleh lapisan baja yang tak tertembus. Luka-lukanya tidak sembuh, tetapi menjadi peta yang membimbingnya. Ia mempelajari strategi, politik, dan KEBENARAN pahit tentang istana. Ia berlatih seni bela diri, bukan untuk membunuh, tetapi untuk bertahan. Bunga teratai yang rapuh telah bertransformasi menjadi duri mawar yang mematikan, tumbuh subur di tanah yang berdarah.
Bertahun-tahun berlalu. Kaisar semakin lalim, kerajaannya terhuyung-huyung di ambang kehancuran. Para pangeran berebut kekuasaan, dan istana dipenuhi intrik. Akhirnya, kudeta pecah. Pedang beradu, darah membasahi marmer istana, dan teriakan kematian memecah keheningan malam.
Rin, yang selama ini dianggap telah lama mati, muncul dari Istana Dingin. Ia tidak mengenakan sutra dan perhiasan, melainkan baju zirah sederhana, pedang tergantung di pinggangnya. Ia bergerak dengan anggun namun mematikan, membelah jalan di antara para pemberontak dan pasukan setia kaisar. Matanya dingin, tanpa amarah, hanya KEMATIAN yang terpantul di sana.
Ketika ia akhirnya berhadapan dengan Kaisar di singgasana yang berlumuran darah, ia tidak mencaci maki atau menuntut penjelasan. Kaisar, yang wajahnya pucat pasi, memandangnya dengan ngeri.
"Kau..." gumamnya. "Kau masih hidup?"
Rin tidak menjawab. Ia mengangkat pedangnya.
"Aku datang bukan untuk membalas dendam dengan amarah," katanya, suaranya tenang namun menusuk. "Aku datang untuk memastikan kerajaan ini memiliki pemimpin yang layak."
Pertempuran singkat namun brutal terjadi. Rin, dengan ketenangan dan kecermatannya, mengalahkan Kaisar. Ia tidak membunuhnya, hanya melucuti senjatanya dan membiarkannya menghadapi para pemberontak yang haus darah.
Saat para pemberontak berteriak merayakan kemenangan mereka, Rin berdiri di atas singgasana, memandang ke arah kerumunan. Ia melihat ketakutan, kebingungan, dan—akhirnya—pengakuan. Mereka melihat bukan hanya seorang wanita yang dikhianati, tetapi seorang pemimpin yang kuat, bijaksana, dan berani.
Kudeta itu mengubah segalanya. Rin tidak berniat menjadi Kaisar, tetapi ia tahu kerajaan membutuhkan stabilitas. Ia membimbing para pangeran yang tersisa, memberikan nasihat bijak, dan memastikan transisi kekuasaan yang damai. Ia menjadi penasihat agung, kekuatan di balik takhta, pelindung kerajaan dari ancaman dari dalam dan luar.
Di tengah kekacauan, di tengah darah dan pengkhianatan, ia menemukan KESETIAAN. Bukan dari mereka yang menjilatnya demi kekuasaan, tetapi dari mereka yang melihat kebenaran dalam dirinya, dari mereka yang berani berdiri di sampingnya meskipun nyawa taruhannya. Senyum tipis menghiasi bibirnya saat ia menyadari, justru di saat tergelap inilah ia akhirnya melihat siapa yang BENAR-BENAR setia.
Kaisar itu tersenyum di tengah kudeta, bukan karena kemenangan atas musuhnya, tetapi karena AKHIRNYA ia tahu bahwa harga sebuah mahkota tidak sebanding dengan harga KEJUJURAN dan KEBERANIAN, dan kini, ia sadar bahwa harga dirinyalah yang lebih berharga.
Dan dengan setiap helaan napasnya, ia akan terus menuliskan babak baru dalam sejarah kerajaan, dengan tintanya adalah kesunyian malam dan keheningan subuh yang menenangkan...
You Might Also Like: Peluang Bisnis Skincare Bisnis Rumahan