Absurd tapi Seru: Air Mata Yang Menyambut Balas Dendam
Air Mata yang Menyambut Balas Dendam
Aula Emas Istana Naga Merah berkilauan di bawah ribuan lilin. Namun, kemegahan itu tak mampu menyembunyikan hawa dingin yang merayap di tulang. Tatapan tajam para pejabat beradu, mencari celah, kelemahan, atau sekadar kesempatan untuk naik satu anak tangga lagi. Di balik tirai sutra berwarna darah, bisikan pengkhianatan berdesir bagai angin malam yang menusuk.
Di tengah pusaran intrik inilah terjalin hubungan terlarang antara Putri Lian, pewaris takhta yang anggun namun dianggap lemah, dan Jenderal Zhao Yun, panglima perang yang gagah berani dan setia kepada Kaisar. Cinta mereka adalah permainan berbahaya, tarian di tepi jurang.
"Zhao Yun," bisik Putri Lian suatu malam di taman rahasia, suara halusnya nyaris tertelan angin. "Janji setia padaku. Bukan pada takhta, bukan pada Kaisar, tapi padaku."
Zhao Yun, yang selama ini dikenal tanpa gentar di medan perang, tertegun. Di matanya, Putri Lian bukan sekadar putri mahkota, melainkan matahari yang menerangi kegelapan hatinya. "Putriku," jawabnya dengan suara berat, "Setiaku hanya padamu. Sampai akhir hayat."
Janji itu diucapkan di bawah langit malam yang penuh bintang, namun bayang-bayang intrik istana sudah menanti. Kaisar, yang melihat potensi ancaman dari hubungan mereka, mulai memainkan bidaknya. Zhao Yun dikirim ke medan perang terpencil, jauh dari jangkauan Putri Lian. Sementara itu, Putri Lian dijodohkan dengan pangeran dari kerajaan tetangga, aliansi yang akan memperkuat kekuasaan Kaisar.
Setiap surat yang dikirimkan Putri Lian pada Zhao Yun, setiap janji yang terucap, kini terasa seperti pedang bermata dua. Cinta mereka telah menjadi sandera kekuasaan.
Bertahun-tahun berlalu. Zhao Yun kembali dari medan perang, bukan lagi seorang jenderal muda yang gagah berani, melainkan seorang panglima perang yang dingin dan diperhitungkan. Hatinya membeku, diselimuti kekecewaan dan penghianatan. Putri Lian, di sisi lain, telah menjelma menjadi seorang wanita yang anggun dan penuh perhitungan. Pernikahannya dengan pangeran tetangga memberinya pengaruh dan kekuasaan yang tak terduga.
Pada malam perjamuan untuk merayakan perdamaian antara kedua kerajaan, Putri Lian berdiri di samping Kaisar, senyumnya merekah sempurna. Namun, di balik senyum itu, tersimpan badai yang siap meledak.
"Ayahanda," ucap Putri Lian dengan suara yang mengalun merdu, "Izinkan hamba mempersembahkan minuman untuk para tamu kehormatan."
Dengan anggun, dia menuangkan anggur ke dalam cawan-cawan emas. Namun, ada sesuatu yang berbeda dalam cawan Kaisar. Sebuah ramuan tak berwarna, tak berbau, tapi mematikan. Racun.
Ketika Kaisar meneguk anggur itu, hanya Putri Lian dan Zhao Yun yang mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Tatapan mereka bertemu, sebuah percakapan bisu yang penuh arti. Cinta mereka telah hancur, dikhianati, dan kini…
Balas dendam itu terukir dengan elegan, dingin, tapi mematikan. Putri Lian, yang selama ini dianggap lemah, telah menunjukkan kekuatannya yang sesungguhnya. Dia telah memainkan peranannya dengan sempurna, hingga saat yang tepat untuk mengakhiri permainan itu.
Sejarah baru saja menulis ulang dirinya sendiri, dengan tinta darah dan air mata yang membeku.
You Might Also Like: 5 Rahasia Arti Mimpi Membunuh Gajah