Absurd tapi Seru: Pelukan Yang Kutinggalkan Di Masa Lalu
Pelukan yang Kutinggalkan di Masa Lalu
Langit Kota Hujan retak. Bukan retak biasa, tapi retak digital. Piksel-piksel kesedihan berjatuhan seperti hujan kode biner, membuat genangan nostalgia di jalanan. Di tengah kekacauan piksel ini, ada aku, Anya, berkutat dengan sinyal Wi-Fi yang sekarat. Aku hidup di tahun 2077, di mana cinta diukur dari kecepatan unduhan dan kesetiaan dinilai dari last seen WhatsApp.
Aku mencari Jing, bayangan masa lalu yang ku temukan di forum usang bernama KenanganTerhapus.id. Dia mengirimiku puisi-puisi patah hati, ditulis tangan di atas kertas buram. Puisi yang berbau kopi dan penyesalan. Puisi yang terasa seperti pelukan yang tertinggal di masa lalu.
"Anya, apakah kamu mendengar suaraku?" ketiknya suatu malam. Jantungku berdebar. Sinyal putus-putus.
"Hampir… Jing. Sedang mengetik…" balasku, cemas.
Dia hidup di tahun 1999. Zaman di mana cinta masih berupa surat yang dikirim lewat pos, bukan notifikasi yang menghilang ditelan algoritma. Dia mencariku di antara bunyi dial-up modem dan aroma kaset usang. Kami terpisah dimensi waktu, terhubung hanya lewat getaran frekuensi aneh yang entah bagaimana menembus ruang dan waktu.
"Aku melihatmu di mimpi. Kau mengenakan jaket denim dan tersenyum… Senyummu adalah matahari di musim gugur," balasnya lagi.
Aku memang punya jaket denim. Warisan dari nenekku. Tapi bagaimana dia bisa melihatku?
Semakin aku mencari Jing, semakin aku merasa ada yang GANJIL. Foto-foto buram yang dikirimkannya terasa familiar. Tempat-tempat yang ia deskripsikan seperti déjà vu yang menyakitkan. Aku merasa seperti pernah hidup di masa lalunya, bukan sebagai Anya, tapi sebagai seseorang yang… hilang.
Suatu malam, aku menemukan sebuah file tersembunyi di folder KenanganTerhapus.id. Sebuah video pendek. Aku menekan tombol play.
Di layar, seorang gadis muda duduk di bangku taman. Dia mengenakan jaket denim dan tersenyum ke arah kamera. Senyum yang sama dengan yang dideskripsikan Jing. Gadis itu adalah aku, atau lebih tepatnya, versi analog diriku.
Di sampingnya, seorang pemuda memeluknya erat. Dia adalah Jing.
Video itu berakhir dengan suara ledakan yang memekakkan telinga.
Semuanya menjadi jelas.
Aku bukan hanya mencari Jing, aku mencari diriku yang hilang. Aku adalah gema dari kehidupan yang tak pernah selesai. Kehidupan yang terenggut oleh perang, oleh teknologi, oleh KEGAGALAN peradaban. Jing dan aku pernah hidup, pernah mencinta, di masa lalu yang indah.
Dan kini, kami hanya dua hantu digital yang bergentayangan di antara dimensi, mencoba menyatukan kembali pecahan-pecahan ingatan.
Sinyal Wi-Fi-ku padam. Layar laptopku berubah menjadi hitam pekat.
Selamat tinggal, Anya. Jangan lupakan senyumku…
You Might Also Like: Distributor Skincare Bisnis Tanpa Modal